Kamis, 29 April 2010

Takdir

Rapuh waktuku terisi dengan nafas jiwamu
kau katakan kau hanya mengikuti takdir
sementara aku tak terima dengan takdir
aku menunggu kau pun sama, kita berjalan di jalan yang sama
kau tak berpaling sedikitpun saat kukatakan bebaskan
kau tetap katakan kau hanya mengikuti takdir
jari jemarimu menghias sudut-sudut jalan dengan cinta
aku masih menunggu
kau mengajakku pergi dalam penantianmu
kukatakan kau bukan yang seharusnya
kau katakan kau hanya mengikuti takdir
aku menyerah pada takdir
kuikuti langkahmu
yang kubawa adalah sisa-sisa luka
kau katakan takdirmu yang akan menyembuhkannya
dan ku percaya
bukan pada takdir tapi padamu
saat kuserahkan semua jalan ku
kau hempaskan aku
lagi
entah apa sekali lagi kau bilang ini takdir
aku sungguh kecewa dan sakit
kau memang tak bersungguh-sungguh dengan takdir.


Kamis, 11 Maret 2010

Pemuda Terantai Kata Menunggu

              aku berada dikota yang cukup padat penduduknya, setiap pagi harus berpeluh dengan deru nafas bis kota, karena kalau tidak begitu tak terisi pula kantung-kantung kebutuhanku. terkadang aku menghabiskan waktu di bis itu dengan terlelap, atau hanya sekedar menatap tanpa pikiran alias bengong. setiap pagi pemandangan selalu sama, bukan hamparan gunung, bukan kokohnya pepohonan apalagi pelangi. jakarta dipenuhi dengan pemuda tak berproduktif di usia produktifnya. terkadang aku heran, kenapa mereka rela menjatuhkan harga diri dengan meminta-minta dari pada bekerja. kata-katanya selalu sama, dari bis kota satu ke bis kota yang lain, "pak bu, keikhlasan yang kami harapkan bukan kesombongan, kami sudah berusaha cuma kesempatan saja yang belum ada, bantulah kami pak/bu, kami tidak seberuntung anda." sementara begitu mereka mendekat, mulut berbau rokok, "Ah, itu mah pemandangan biasa." itu mungkin pendapat warga jakarta, ya tentu saja, karena sudah biasa melihat pemuda hanya terantai dengan kata menunggu, yang berarti menyerah. aku tidak tega dengan anak-anak yang akan kulahirkan nanti, apakah mereka harus menjadi terbiasa dengan pemandangan seperti itu? membiarkan diri teracun dengan kata menunggu dan bersandar dengan kata menyerah.
             Jakarta memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi berkembang, tapi tak cukup luas menampung para pemuda. lalu setelah itu apa? sudah kenyang, ya sudah. kapan jakarta menjadi ladang harapan yang akhirnya  kita dapat menuai impian yang menjadi nyata? bisakah kita baik warga pendatang, warga keturunan, warga asli jakarta menjadi sangat berapi-api dalam membangun kota sejarah ini? kota yang menjadi tujuan bagi para pendatang. kapan kota ini bisa menjanjikan kesuksesan disetiap impian? bisakah kami para pemuda mewujudkannya?
Kami Masih Berjuang.

Beraladang harapan

Berladang harapan di tanah tandus kehidupan
Hanya punya doa dan ikhtiar
Diantara orang dengan kekecewaan yang sama
Menanam dan tak pula menuai
Karena kami manusia dengan predikat biasa
Tak ingin seperti pemuda terantai kata menunggu
Tapi haus kesempatan yang tak kunjung datang
Karena mereka memang tak pernah datang
Mereka tak pula menghampiri
Mereka di raih
Seperti keberuntungan
Digantung di langit-langit Tuhan
Maka aku hanya tinggal mencari cara meraihnya

Minggu, 17 Januari 2010

persimpangan yang bukan pilihan

terjebak diantara
kecurangan bukan arti dalam perjalan hidup
bukan bersenang-senang
hanya menata dan mencari dari kata yang sudah ada
bukan soal Tuhan yang sang pencipta
karena soal itu tak ada pilihan
pasti kembali pada-Nya
ini soal apa yang orang katakan takdir
kaum kami tak berhak memilih
menolak pun tak sanggup
karena bukan soal harta,tahta dan jiwa
tapi soal aqidah
tak ada kompromi